Merkuri atau dalam bahasa Indonesia dikenal
sebagai air raksa merupakan unsur renik dalam kerak bumi. Dalam susunan berkala
periodik bernama Hydrargyricum (Hg)
memiliki nomor atom 80, golongan IIB dan berperiode VI. Merkuri ini memiliki
berat atom 200,61, titik didih 35,7OC dan titik bekunya 38,85OC.
Karena titik didihnya yang rendah ini, maka pada suhu kamar merkuri berbentuk
cair dan mudah menguap.
Merkuri di alam tersebar di karang-karang,
udara, tanah, air dan bahkan ada di organisme hidup. di alam untuk menjaga
keseimbangannya, merkuri beredar melalui siklus yang disebut siklus merkuri. Seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini,
Di atmosfir merkuri berasal dari kegiatan
geologis seperti aktivitas gunung berapi, anthropogenic
seperti pembakaran batu bara dan dari tanah serta laut yang memang mengandung
merkuri. Merkuri ini berbentuk Hg(0), yaitu bentuk dasar dari merkuri. Hg(0)
ini memiliki sifat insoluble dalam
air. Kemudian melalui reaksi oksidasi fotokimia Hg(0) diubah menjadi inorganic
merkuri disebut Hg(II) dan merkuri yang berikatan dengan partikulat di udara
disebut Hg(P). kedua bentuk ini mudah larut dalam air, sehingga ketika hujan
turun keduanya ikut terbawa oleh hujan ke daerah perairan dan daratan. Proses
ini disebut wet deposition, sedangkan proses yang tanpa melalui hujan disebut
dry deposition. Kadar Hg(II) di atmosfir dapat dihitung dengan cara
mereaksikannya dengan KCl (kalium klorida) kemudian direduksi menjadi Hg(0).
Kadar dari Hg(II) diukur sebagai RGM
(Reactive Gaseous Mercury). RGM secara operasional menggambarkan
kuantitas Hg(II).
Kemudian ketika sampai permukaan tanah
merkuri tersebut mengendap membentuk sedimen. Atau berikatan dengan zat-zat organik terutama yang
mengandung sulfur. Merkuri ini dapat kembali ke udara ketika terjadi
peningkatan suhu permukaan tanah atau pembakaran zat-zat organik. Peningkatan
suhu ini bisa terjadi salah satunya karena adanya kebakaran hutan. Atau juga
karena ekosistem itu sedang kekeringan. Dan jika dekat dengan daerah perairan
ada sebagian yang larut ke dalam air. Selain ke tanah merkuri juga mengendap di
atas daun tumbuh-tumbuhan. Kemudian dia meresap ke dalam daun melalui stomata
daun. merkuri yang dilepaskan ke udara berbentuk Hg(0) sedangkan merkuri yang
dilepaskan ke air berbentuk inorganik merkuri Hg(II).
Selanjutnya untuk merkuri yang masuk ke
dalam daerah perairan, ada yang menguap kembali ke atmosfir namun juga ada yang
mengalami metilisasi. Merkuri yang menguap kembali ini berbentuk Hg(0). Hg(II)
dalam daerah perairan dapat mengalami metilisasi (MeHg) dengan bantuan bakteri
pereduksi sulfat dan besi. Tidak hanya merkuri dari hujan saja tetapi sedimen
merkuri di dasar perairan juga dapat diubah menjadi MeHg. MeHg ini berbahaya
bagi manusia, Karena MeHg ini akan terakumulasi dalam plankton atau
mikroorganisme. Kemudian plankton dan mikroorganisme ini akan dimakan oleh
predator yang lebih tinggi lagi dalam rantai makanan hingga sampai ke manusia.
Hg ini dapat menyebabkan timbulnya kecacatan pada manusia, seperti yang terjadi
pada kasus minamata di jepang dan kasus teluk buyat di Indonesia.
Pelepasan merkuri ke atmosfir berasal dari
kegiatan alam seperti gunung berapi dan juga berasal dari antropogenic. Salah
satu sumber antropogenik yaitu pembakaran batu bara. Dengan adanya revolusi
industry terjadi peningkatan jumlah merkuri di atmosfir. Karena meningkatnya penggunaan
bahan bakar fosil terutama batu bara. Jumlah merkuri di atmosfir ini terus
meningkat sepanjang tahun. Contohnya yaitu china melaporkan pelepasan emisi
dari pembakaran batu bara di negaranya. Yaitu berdasarkan informasi dari
penelitian, rata-rata kandungan merkuri dalam batu bara adalah 0,038-0,32
mg/kg. jumlah total pelepasan emisi dari pembakaran batubara sekitar 296-302,9
metrik ton setiap tahun di pertengahan 1990an, termasuk 213,8 metrik ton dalam
atmosfir dan 89,07 metrik ton dalam abu dan sisa arang. Rata-rata kandungan
merkuri organic dalam batu bara dari 15 provinsi dan kota adalah 0,037 g/kg,
yang mengandung 18,1 % merkuri. Kandungan rata-rata merkuri organic di abu
pembakaran batu bara 0,045 mg/kg, dengan persentase merkuri totalnya 28,1%.
Dari tahun 1978 hingga 1995, pelepasan emisi merkuri meningkat dengan rata-rata
4,8% per tahun.
Sumber-sumber anthropogenic yaitu:
- Pembangkit listrik yang menggunakan batu bara
- Penggunaan bahan bakar fosil
- Proses produksi semen (merkuri dalam kapur)
- Penambangan dan pengolahan logam seperti besi, baja, ferromanganese, zinc, emas dan logam selain besi lainnya
- Penambangan merkuri
- Proses amalgamasi
- Produksi klor-alkali
- Penggunaan lampu berfluorosensi
- Industri manufaktur yang mengandung merkuri seperti thermometer dan elektrik
- Pembakaran sampah
- Pembukaan lahan baru
Gambar 2. Perbandingan jumlah merkuri
praindustri dan setelah industri.
Jadi kesimpulannya di atmosfir merkuri
berbentuk Hg(0). Kemudian turun ke daratan dan perairan dalam bentuk
inorganiknya yaitu Hg(II). Kemudian di air diubah menjadi metil merkuri (MeHg)
oleh bakteri. MeHg ini lebih toksik dibandingkan dengan Hg(II). Hg(II) di daratan
dan perairan mengalami proses reduksi menjadi Hg(0) dan kembali lagi ke udara.
Sumber merkuri sebelum adanya industry hanya berasal dari alam dan kegiatan
alam seperti gunung berapi. Setelah adanya industry selain dari alam berasal
juga dari anthropogenic terutama dari
proses pembakaran batu bara.
Daftar Pustaka
Noelle E. Selin.2009.Global Biogeochemical
Cycling of Mercury: A Review.Annu. Rev. Environ. Resour. 34:43-63.
good
BalasHapus