Selasa, 25 September 2012

SIKLUS MERKURI


Merkuri atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai air raksa merupakan unsur renik dalam kerak bumi. Dalam susunan berkala periodik bernama Hydrargyricum (Hg) memiliki nomor atom 80, golongan IIB dan berperiode VI. Merkuri ini memiliki berat atom 200,61, titik didih 35,7OC dan titik bekunya 38,85OC. Karena titik didihnya yang rendah ini, maka pada suhu kamar merkuri berbentuk cair dan mudah menguap.
Merkuri di alam tersebar di karang-karang, udara, tanah, air dan bahkan ada di organisme hidup. di alam untuk menjaga keseimbangannya, merkuri beredar melalui siklus yang disebut siklus merkuri. Seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini,




Gambar 1. Siklus merkuri di alam

Di atmosfir merkuri berasal dari kegiatan geologis seperti aktivitas gunung berapi, anthropogenic seperti pembakaran batu bara dan dari tanah serta laut yang memang mengandung merkuri. Merkuri ini berbentuk Hg(0), yaitu bentuk dasar dari merkuri. Hg(0) ini memiliki sifat insoluble dalam air. Kemudian melalui reaksi oksidasi fotokimia Hg(0) diubah menjadi inorganic merkuri disebut Hg(II) dan merkuri yang berikatan dengan partikulat di udara disebut Hg(P). kedua bentuk ini mudah larut dalam air, sehingga ketika hujan turun keduanya ikut terbawa oleh hujan ke daerah perairan dan daratan. Proses ini disebut wet deposition, sedangkan proses yang tanpa melalui hujan disebut dry deposition. Kadar Hg(II) di atmosfir dapat dihitung dengan cara mereaksikannya dengan KCl (kalium klorida) kemudian direduksi menjadi Hg(0). Kadar dari Hg(II) diukur sebagai RGM (Reactive Gaseous Mercury). RGM secara operasional menggambarkan kuantitas Hg(II).

Kemudian ketika sampai permukaan tanah merkuri tersebut mengendap membentuk sedimen. Atau  berikatan dengan zat-zat organik terutama yang mengandung sulfur. Merkuri ini dapat kembali ke udara ketika terjadi peningkatan suhu permukaan tanah atau pembakaran zat-zat organik. Peningkatan suhu ini bisa terjadi salah satunya karena adanya kebakaran hutan. Atau juga karena ekosistem itu sedang kekeringan. Dan jika dekat dengan daerah perairan ada sebagian yang larut ke dalam air. Selain ke tanah merkuri juga mengendap di atas daun tumbuh-tumbuhan. Kemudian dia meresap ke dalam daun melalui stomata daun. merkuri yang dilepaskan ke udara berbentuk Hg(0) sedangkan merkuri yang dilepaskan ke air berbentuk inorganik merkuri Hg(II).

Selanjutnya untuk merkuri yang masuk ke dalam daerah perairan, ada yang menguap kembali ke atmosfir namun juga ada yang mengalami metilisasi. Merkuri yang menguap kembali ini berbentuk Hg(0). Hg(II) dalam daerah perairan dapat mengalami metilisasi (MeHg) dengan bantuan bakteri pereduksi sulfat dan besi. Tidak hanya merkuri dari hujan saja tetapi sedimen merkuri di dasar perairan juga dapat diubah menjadi MeHg. MeHg ini berbahaya bagi manusia, Karena MeHg ini akan terakumulasi dalam plankton atau mikroorganisme. Kemudian plankton dan mikroorganisme ini akan dimakan oleh predator yang lebih tinggi lagi dalam rantai makanan hingga sampai ke manusia. Hg ini dapat menyebabkan timbulnya kecacatan pada manusia, seperti yang terjadi pada kasus minamata di jepang dan kasus teluk buyat di Indonesia.

Pelepasan merkuri ke atmosfir berasal dari kegiatan alam seperti gunung berapi dan juga berasal dari antropogenic. Salah satu sumber antropogenik yaitu pembakaran batu bara. Dengan adanya revolusi industry terjadi peningkatan jumlah merkuri di atmosfir. Karena meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil terutama batu bara. Jumlah merkuri di atmosfir ini terus meningkat sepanjang tahun. Contohnya yaitu china melaporkan pelepasan emisi dari pembakaran batu bara di negaranya. Yaitu berdasarkan informasi dari penelitian, rata-rata kandungan merkuri dalam batu bara adalah 0,038-0,32 mg/kg. jumlah total pelepasan emisi dari pembakaran batubara sekitar 296-302,9 metrik ton setiap tahun di pertengahan 1990an, termasuk 213,8 metrik ton dalam atmosfir dan 89,07 metrik ton dalam abu dan sisa arang. Rata-rata kandungan merkuri organic dalam batu bara dari 15 provinsi dan kota adalah 0,037 g/kg, yang mengandung 18,1 % merkuri. Kandungan rata-rata merkuri organic di abu pembakaran batu bara 0,045 mg/kg, dengan persentase merkuri totalnya 28,1%. Dari tahun 1978 hingga 1995, pelepasan emisi merkuri meningkat dengan rata-rata 4,8% per tahun.

Sumber-sumber anthropogenic yaitu:
  1. Pembangkit listrik yang menggunakan batu bara
  2. Penggunaan bahan bakar fosil
  3. Proses produksi semen (merkuri dalam kapur)
  4. Penambangan dan pengolahan logam seperti besi, baja, ferromanganese, zinc, emas dan logam selain besi lainnya
  5. Penambangan merkuri
  6. Proses amalgamasi
  7. Produksi klor-alkali
  8. Penggunaan lampu berfluorosensi
  9. Industri manufaktur yang mengandung merkuri seperti thermometer dan elektrik
  10. Pembakaran sampah
  11. Pembukaan lahan baru




Gambar 2. Perbandingan jumlah merkuri praindustri dan setelah industri.

Jadi kesimpulannya di atmosfir merkuri berbentuk Hg(0). Kemudian turun ke daratan dan perairan dalam bentuk inorganiknya yaitu Hg(II). Kemudian di air diubah menjadi metil merkuri (MeHg) oleh bakteri. MeHg ini lebih toksik dibandingkan dengan Hg(II). Hg(II) di daratan dan perairan mengalami proses reduksi menjadi Hg(0) dan kembali lagi ke udara. Sumber merkuri sebelum adanya industry hanya berasal dari alam dan kegiatan alam seperti gunung berapi. Setelah adanya industry selain dari alam berasal juga dari anthropogenic terutama dari proses pembakaran batu bara.

Daftar Pustaka




Noelle E. Selin.2009.Global Biogeochemical Cycling of Mercury: A Review.Annu. Rev. Environ. Resour. 34:43-63.

1 komentar: